SELAMAT DATANG DI WEBSITE RESMI KPU KOTA SAWAHLUNTO | TERIMA KASIH KEPADA SELURUH MASYARAKAT KOTA SAWAHLUNTO YANG TELAH BERPARTISIPASI AKTIF DALAM PEMILIHAN SERENTAK NASIONAL TAHUN 2024

Publikasi

Opini

Pendidikan pemilih bukan sekadar agenda menjelang pemilu. Ia harus menjadi program yang berkelanjutan, terus-menerus dilakukan sepanjang waktu, bahkan di luar tahun pemilu. Karena kualitas demokrasi sangat ditentukan oleh seberapa sadar dan cerdasnya pemilih dalam menggunakan hak pilih mereka. Sayangnya, data menunjukkan bahwa tingkat literasi politik masyarakat Indonesia masih tergolong rendah. Survei LSI (Lembaga Survei Indonesia) tahun 2024 menunjukkan bahwa hanya 37% pemilih yang benar-benar memahami tugas dan wewenang lembaga negara yang dipilih dalam pemilu. Ini artinya, sebagian besar pemilih menentukan pilihan tanpa pemahaman cukup soal siapa dan apa yang mereka pilih. Lebih lanjut, laporan Bawaslu RI tahun 2024 mencatat bahwa masih terjadi praktik politik uang dan kampanye hitam di berbagai daerah, terutama menjelang hari pencoblosan. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian pemilih masih rentan dipengaruhi oleh janji sesaat atau informasi yang menyesatkan. Pendidikan pemilih yang hanya dilakukan sesaat sebelum pemilu, atau sekadar formalitas sosialisasi, tidak cukup. Pendekatan ini berisiko menciptakan pemilih yang apatis, pragmatis, dan mudah dimanipulasi. Padahal, pemilih yang paham sistem politik, fungsi lembaga negara, hingga tanggung jawab etis dalam memilih adalah pondasi bagi demokrasi yang kuat dan sehat. Program pendidikan pemilih harus menyasar semua kalangan, terutama generasi muda. Menurut data KPU RI, pemilih usia 17–39 tahun mencapai 56,45% dari total pemilih pada Pemilu 2024. Dalam skala lokal Sawahlunto pemilih usia muda tersebut mencapai  54’8 %. Jika kelompok ini tidak diberikan literasi politik yang memadai, maka potensi besar itu bisa menjadi kekuatan yang sia-sia, atau bahkan mudah dieksploitasi. Oleh karena itu, pendidikan pemilih harus berkesinambungan dilakukan. Lembaga Penyelenggara Pemilu, sekolah, universitas, organisasi masyarakat sipil, hingga media sosial harus menjadi saluran edukasi politik yang aktif dan kreatif. Program seperti “Democracy Goes to School”, konten edukatif di TikTok’ Instagram dan youtube, hingga pelibatan pemuda dalam simulasi pemilu atau forum diskusi publik bisa menjadi solusi jangka panjang. Dengan pendidikan pemilih yang terus-menerus, kita tidak hanya mencetak pemilih yang aktif datang ke TPS, tetapi juga warga negara yang kritis, partisipatif, dan peduli terhadap proses politik. Demokrasi yang sehat tidak tumbuh dari proses instan, melainkan dari investasi jangka panjang dalam literasi politik masyarakatnya. Salam KPU Melayani Rony Yandri Anggota KPU Kota Sawahlunto Divisi Sosialisasi Pendidikan Pemilih Partisipasi Masyarakat & SDM

Pemilu serentak tahun 2024 telah usai kita selenggarakan. Di Kota kecil seperti Kota Sawahlunto, pelaksanaan Pemilu tidak hanya menjadi agenda teknis, tetapi juga menjadi ruang artikulasi demokrasi yang nyata. Sebagai ketua KPU Kota Sawahlunto, saya menyaksikan secara lansung bahwa Demokrasi Indonesia dibangun bukan hanya di ruang elit pusat, tetapi justru melalui kerja keras yang sunyi di tingkat akar rumput.   Pemilu bukan sekedar seremoni lima tahunan. Ia adalah cerminan peradaban politik bangsa. Demokrasi yang subtasnsial, sebagaimana pernah ditegaskan oleh Presiden ke-3 RI, BJ Habibie, adalah demokrasi yang menjamin ruang partisipasi rakyat dalam setiap proses kebijakan. Di tengah proses pemilu yang kompleks dan penuh tantangan, semangat untuk menjaga integritas dan kedaulatan rakyat di Sawahlunto tetap terjaga dengan baik.   Partisipasi pemilih di Sawahlunto dalam Pemilu 2024 mengalami peningkatan. Hal ini patut diapresiasi sebagai indikator bahwa kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi masih terjaga. Namun, sebagaimana diingatkan oleh almarhum Gusdur, "Demokrasi bukan hanya soal memilih, tetapi soal mendengar suara rakyat yang paling kecil." Maka, tantangan ke depan tidak berhenti pada angka partisipasi, melainkan pada bagaimana memperdalam kualitas pilihan dan memperluas pemahaman politik warga.   Kami menyadari bahwa kualitas demokrasi sangat bergantung pada kualitas pendidikan politik yang diterima warga. Sosialisasi yang kami lakukan melalui tatap muka, media sosial, hingga kolaborasi dengan tokoh masyarakat menjadi upaya untuk mendorong kesadaran politik yang lebih rasional. Namun, literasi politik masih menjadi tantangan di banyak wilayah, termasuk di kota kami.   Penyelenggaraan pemilu tentu tidak terlepas dari kerja kerja teknis yang kompleks. Salah satu catatan yang penting adalah beban kerja badan ad-hoc, khususnya KPPS, yang cukup berat. Para petugas bekerja sejak dini hari hingga larut malam, bahkan dini hari berikutnya, dalam proses pemungutan suara dan penghitungan suara. Pengalaman ini menjadi pelajaran bahwa aspek teknis penyelenggaraan harus ditata ulang. Desain formulir, alur kerja, serta sistem pelaporan perlu disederhanakan tanpa mengurang akuntabilitas.   Seperti yang disampaiakan Prof. Jimly Asshiddiqie, kualitas demorasi tidak semata diukur dari partisipasi publik, tetapi juga dari bagaimana negara melayani dan melindungi hak-hak warga melalui sistem pemiluyang manusiawi. Negara harus hadir dalam bentuk kebijakanyang lebih progresif terhadap perlindungan dan kesejahteraan penyelenggara di tingkat bawah, yang menjadi garda terdepan demokrasi.   Selain itu, perkembangan teknologi telah menjadi bagian penting dari keterbukaan informasi pemilu. Aplikasi seperti SIREKAP dan kanal informasi daring KPU menjadi alat bantu yang memudahkan akses publik terhadap proses dan hasil pemilu. Namun, kami juga mencatat bahwa keterbatasan infrastruktur digital di sejumlah wilayah dan rendahnya literasi digital masih menjadi hambatan. Perkembangan teknologi tidak serta-merta meningkatkan kualitas informasi jika tidak dibarengi dengan pemahaman. Demokrasi digital tidak cukup hanya membuka akses, tetapi juga menuntut kita membangun kapasitas warga agar dapat menggunakan akses itu dengan bijak. Dalam banyak kasus, disinformasi, hoaks, dan manipulasi opini masih membayang-bayangi proses politik digital, termasuk saat kampanye di media sosial.   Dari sisi kelembagaan, sinergi antara KPU dengan pemangku kepentingan lainnya menjadi kunci. Pemerintahan Daerah, aparat keamanan, Bawaslu, Media lokal, dan Organisasi masyarakat telah memberikan dukungan luar biasa untuk menjaga situasi tetap kondusif. Kami meyakini bahwa Demokrasi hanya bisa tumbuh jika dijaga secara kolektif, lintas institusi, dan bebas dari dominasi kepentingan politik sesaat.   Demokrasi Indonesia dibangun dari Desa-desa dan kelurahan, dari TPS yang dijaga oleh warga biasa, dari semangat kolektif untuk menjadikan suara rakyat sebagai penentu arah pembangunan. Sebagaimana dikatakan oleh Presiden ke-7 RI Joko Widodo, "Demokrasi kita harus terus diperkuat dengan etika, dengan akhlak, dan dengan tanggung jawab." Demokrasi bukan soal siapa yang menang, tetapi tentang bagaimana kita semua menjaga prosesnya tetap bermartabat.   Pengalaman Pemilu 2024 di Kota Sawahlunto menunjukan bahwa Demokrasi tidak harus mewah dan hiruk-pikuk. Ia bisa hadir dalam bentuk kesederhanaan yang jujur, kerja kolektif yang sunyi, dan komitmen moral untuk tidak menciderai suara rakyat. Ini adalah pelajaran berharga yang kami bawa dari pinggiran, sebagai kontribusi kecil namun bermakna bagi wajah Demokrasi Indonesia.   Salam Demokrasi,     Hamdani Ketua KPU Kota Sawahlunto

Oleh Rika Arnelia Divisi Perencanaa Data dan Informasi Proses Penyusunan Daftar Pemilih Berkelanjutan (PDPB) telah berada di penghujung perjalanannya, sebab proses tersebut akan berakhir pada September 2022 ini, dan akan digantikan dengan proses selanjutnya yakni tahapan Pemutakhiran Daftar Pemilih untuk Pemilu 2024 mendatang. Seperti diketahui, PDPB merupakan kegiatan pemutakhiran data pemilih diluar tahapan Pemilu atau Pemilihan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang tertuang dalam Pasal 20 huruf (l) yang menyatakan bahwa "KPU Kabupaten/Kota berkewajiban melakukan pemutakhiran data dan memelihara data pemilih secara berkelanjutan dengan memperhatikan data kependudukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan".  Untuk KPU Kota Sawahlunto yang melaksanakan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur pada tahun 2020, PDPB mulai dilaksanakan pada awal tahun 2021. Hal ini sesuai dengan surat KPU RI Nomor 132/PL.02-SD/01/KPU/II/2021 tanggal 4 Februari 2021 tentang Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan Tahun 2021.   Dalam surat tersebut dinyatakan bahwa "bagi daerah yang melaksanakan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, serta Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota, kegiatan pemutakhiran data pemilih berkelanjutan diintegrasikan dengan tahapan penyusunan daftar pemilih Pemilihan atau Pemilu sebelumnya".  Mengacu pada hal itu, maka PDPB Kota Sawahlunto periode Maret 2021 merupakan penjumlahan Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sumatera Barat tahun 2020.  Penetapan Daftar Pemilih Berkelanjutan (DPB) Kota Sawahlunto tersebut dilakukan melalui Rapat Koordinasi dengan stakeholder terkait, dengan jumlah pemilih sebanyak 46.997. Jumlah ini bertambah dari jumlah DPT Pemilihan 2020 sebanyak 22 pemilih, yang merupakan sebagian dari pemilih DPTb yaitu pemilih yang menggunakan hak pilihnya dengan menggunakan KTP elektronik pada Pemilihan 2020 tersebut.  Untuk PDPB periode April 2021, KPU RI telah menerbitkan surat Nomor 366/PL.02-SD/01/KPU/IV/2021 tanggal 21 April 2021 tentang Perubahan Surat Ketua KPU RI Nomor 132/PL.02-SD/01/KPU/II/2021 perihal Pemutakhiran data Pemilih Berkelanjutan Tahun 2021.  Dalam surat Nomor 366 tersebut, terdapat beberapa perubahan dari surat sebelumnya, diantaranya perubahan diangka 14 surat 132 yang berbunyi "KPU/KIP Kabupaten/Kota melakukan rekapitulasi Daftar Pemilih Berkelanjutan per bulan dari KPU/KIP Kabupaten/Kota dalam rapat koordinasi yang hasilnya dituangkan dalam berita acara," menjadi "KPU/KIP Kabupaten/Kota melakukan rekapitulasi Daftar Pemilih Berkelanjutan per bulan dan menyampaikan hasil rekapitulasi tersebut kepada Partai Politik, Bawaslu, dan Dinas yang menangani urusan kependudukan dan catatan sipil setempat, serta mengumumkan di papan pengumuman kantor, laman website, portal aplikasi, dan/atau media sosial, dan membuat siaran pers ke media massa lokal cetak atau elektronik." Perubahan lain yang cukup signifikan dalam surat Nomor 366 adalah terkait rapat koordinasi dengan stakeholder. Jika di dalam surat Nomor 132 rapat koordinasi dilakukan setiap bulan kecuali bulan Juni dan bulan Desember, maka di surat Nomor 366 rapat koordinasi dengan stakeholder dilakukan dalam tiga bulan sekali.  Berpedoman pada hal tersebut, maka PDBP untuk periode bulan April 2021 hanya ditetapkan melalui rapat pleno KPU Kota Sawahlunto dengan jumlah pemilih sebanyak 47. 019, dengan rincian DPB bulan sebelumnya sebanyak 46.997 pemilih, Potensi Pemilih Baru sebanyak 25 pemilih dan Pemilih Tidak Memenuhi Syarat (TMS) sebanyak 3 pemilih. Dalam hal ini KPU Kota Sawahlunto menerima masukan data dari masyarakat dan sebagian pemilih DPTb Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sumatera Barat tahun 2020.  Untuk PDPB periode Mei 2021, KPU Kota Sawahlunto juga nenetapkannya melalui rapat pleno KPU Kota Sawahlunto dengan jumlah pemilih sebanyak 47.012. Pada periode ini, terjadi pengurangan jumlah pemilih karena adanya pemilih yang meninggal dunia dengan kategori TMS sebanyak 10 pemilih. Sementara untuk potensi pemilih baru hanya ada 3 pemilih. Sehingga, terjadi selisih pemilih sebanyak 7 pemilih TMS. Pada PDPB ini, KPU Kota Sawahlunto menerima masukan dari masyarakat.  Pembaca yang terhormat, untuk catatan perjalanan PDPB periode Juni 2021 sampai September 2022 akan dilanjutkan pada tulisan selanjutnya "Catatan Perjalanan PDPB Kota Sawahlunto (Part 2)"...[]

Akhaswita ( Divisi Hukum Dan Pengawasan KPU Kota Sawahlunto)   Negara menjamin persamaan hak dan kedudukan setiap warga negara, laki-laki dan perempuan. Dalam konstitusi dasar negara Republik Indonesia UUD 1945 pasal 27 (1) berbunyi : Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya, pasal 27 (2) berbunyi : Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Di samping itu pemerintahan Indonesia juga telah meratifikasi berbagai konvensi dunia dan menandatangani sejumlah deklarasi internasional berkaitan dengan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan diantaranya; Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW dengan UU No 7/ 1984), Konferensi Internasional tentang Pembangunan Sosial (Copenhagen tahun 1994). Adanya jaminan konstitusi dan berbagai kebijakan formal tersebut ternyata tidak dengan sendirinya bisa mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan nyata. Dalam kenyataan masih tampak berbagai bentuk ketimpangan gender pada berbagai aspek kehidupan. Keadilan dan kesetaraan gender sebagai salah satu cita-cita dan arah dalam pembangunan nasional hanya dapat terwujud, jika masyarakat dan aparat negara memiliki kesadaran, kepekaan dan respons serta motivasi yang kuat dalam mendukung terwujudnya keadilan dan kesetaraan gender tersebut. Dalam bidang politik terlihat bahwa representasi gender pada anggota legislatif masih agak timpang, begitu juga di bidang pemerintahan, pejabat perempuan yang menduduki jabatan Bupati/Walikota masih amat terbatas. Sedangkan dalam kepengurusan Partai Politik kedudukan perempuan juga masih kurang dan hanya sebagai pelengkap dalam pemenuhan keterwakilan perempuan yaitu menyertakan paling sedikit 30% keterwakilan perempuan pada kepengurusan Partai Politik tingkat pusat yang merupakan syarat  Partai Politik menjadi Peserta Pemilu, sebagaimana diatur dalam pasal 173 (2) huruf e UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Selain di pusat,  Partai Politik juga memperhatikan 30% keterwakilan perempuan pada kepengurusan Partai Politik tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota. Partisipasi perempuan dalam politik sesungguhnya sudah ada, jauh sebelum kemerdekaan. Nama-nama Cut Nyak Dien, Martha Christina Tiahalu, Cut Meutia, HR. Rasuna Said, R.A.Kartini merupakan tokoh-tokoh politik perempuan, namun persentase politisi perempuan relatif masih kecil. Wacana tentang pentingnya partisipasi perempuan dalam politik terus menjadi pembicaraan publik. Eksistensi perempuan dalam politik masih seperti cerita klasik yang menempati ruang pinggir/pemain figuran dalam diskursus kontemporer. Partisipasi perempuan dalam politik sesungguhnya merupakan konsekuensi logis dari hak demokrasinya sebagai warga negara. Tidak keliru jika dikatakan bahwa dunia politik sangat keras, hal ini bisa dipahami karena orientasinya adalah kekuasaan baik itu legislatif maupun eksekutif, tetapi tidak berarti bahwa dunia politik tidak bisa dimasuki perempuan. Secara internal, kegagalan perempuan dalam memperjuangkan kesetaraan haknya di dunia politik disebabkan oleh masih rendahnya pemahaman dan kesadaran gender perempuan (kesadaran meletakkan kedudukkan, fungsi, tugas dan peran sejajar dengan laki-laki). Meskipun lamban tetapi secara umum tingkat keterwakilan perempuan cukup menggembirakan. Kesadaran politik perempuan untuk masuk terus mengalami peningkatan namun karena besarnya kendala yang didapat perempuan, peningkatan tersebut bersifat fluktuatif. Hasil pemilu 2019 keterwakilan perempuan di DPR RI adalah 20,87% meningkat dari pada hasil Pemilu tahun 2014 yaitu sebesar 17,32%. Di tengah rendahnya political will Partai Politik terhadap keterwakilan perempuan dalam politik, dukungan ormas, LSM dan media pada politisi perempuan juga sangat minim. Dengan realitas seperti ini diharapkan Partai Politik mampu menunjukkan keberpihakkan pada politisi perempuan mulai dari rekruitmen sampai promosi dalam jabatan-jabatan strategis bukan hanya pada jabatan administratif dan yang bersifat asesoris. Pendekatan ke partai-partai politik adalah suatu langkah penting yang harus dilakukan perempuan. Perempuan-perempuan yang sukses di berbagai bidang perlu ikut mendorong gerakan untuk memajukan kaumnya dalam politik. Penting bagi perempuan untuk merespon secara positif peluang-peluang yang ada di Undang-Undang Parpol dan Undang-Undang Pemilu secara tangkas. Perubahan harus dilakukan melalui perjuangan perempuan dan tidak hanya bergantung kepada kaum laki-laki. Perempuan harus bisa menyuarakan hak dan aspirasinya. Ada banyak tokoh politik perempuan yang mumpuni untuk ikut dalam kontestasi politik dalam Pemilu tahun 2024 nanti dan kesempatan tersebut masih terbuka lebar. Sejarah mencatat posisi Presiden, Ketua DPR, Ketua DPRD, Gubernur, Bupati/Walikota pernah diduduki oleh perempuan. (*)

Oleh : Fadhlan Armey Ketua KPU Kota Sawahlunto Pada tanggal 9 Juni 2022, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengeluarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2024. Dengan telah keluarnya PKPU Nomor 3 Tahun 2022 tersebut maka terjawab sudah pertanyaan- pertanyaan tentang waktu pelaksanaan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota, hal ini sesuai dengan amanat UUD 1945 Pasal 22E tentang Pemilihan Umum. Dalam Pasal 22E ayat 3 berbunyi “Peserta Pemilihan Umum untuk memilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Partai Politik” Sementara itu UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum di Pasal 172 juga menyebutkan “peserta Pemilu untuk Pemilihan Umum Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota adalah Partai Politik “, Partai Politik peserta Pemilu tersebut dipertegas dalam Pasal 173 yang berbunyi “ Partai Politik peserta Pemilu merupakan Partai Politik yang telah di tetapkan /lulus verifikasi oleh KPU”. Semenjak KPU diamanatkan untuk menjadi lembaga penyelenggara Pemilu tercatat adanya turun naik Partai Politik (Parpol) yang ikut menjadi peserta Pemilu. Pada tahun 2004 tercatat sebanyak 24 parpol yang berkompetisi untuk memperebutkan bangku diparlemen mulai dari tingkat pusat sampai ke tingkat daerah. Kalau dilihat pengertian dari Partai Politik berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik menyebutkan “Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok Warga Negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Pesta Demokrasi yang dilaksanakan sekali dalam lima tahun tersebut terus bertumbuh, hal ini terlihat terus bertambahnya jumlah partai politik yang ikut berkompetisi pada tahun 2009. Dimana di tahun 2009 tercatat sebanyak 38 parpol dan 6 parpol lokal yang berkompetisi dalam Pemilihan Umum. Pada tahun 2014 kontestan Partai Politik yang ikut menjadi peserta Pemilu sebanyak 12 Parpol di tambah 3 Parpol lokal sedangkan di tahun 2019 terdapat 16 Parpol dan 4 Parpol lokal. Sementara itu untuk tahun 2024 mendatang, berdasarkan PKPU 3 Tahun 2022 masa pendaftaran Partai Politik ke KPU mulai dilaksanakan pada awal Agustus 2022. Meskipun pendaftaran akan dibuka bulan Agustus 2022, KPU RI telah memberikan akses Sistem Informasi Partai Politik (SIPOl) kepada Parpol yang akan ikut sebagai calon peserta Pemilu nantinya. Dimana dari data Kemekumham Partai Politik yang mempunyai badan hukum berjumlah sebanyak 75 Partai Politik, namun tentunya untuk menjadi peserta Pemilu harus melewati serangkaian persyaratan yang harus dipenuhi serta tahapan yang musti dilalui mulai dari pendaftaran sampai nantinya ditetapkan menjadi peserta Pemilu. Jumlah Partai Politik  yang mendapatkan Kursi di DPRD Sawahlunto Dari data yang tertera di Rumah Pintar Pemilu (RPP) KPU Kota Sawahlunto menyebutkan pada tahun 2004 dari 24 Parpol yang berkompetisi, hanya 8 Parpol yang mendapatkan kursi DPRD, Tahun 2009 dari 38 Parpol di terdapat 10 Parpol yang mendapatkan kursi di dewan, pada tahun 2014 dari 12 Parpol terdapat 8 Parpol yang mendapatkan kursi di dewan dan terakhir pada tahun 2019 dari 16 Partai Politik terdapat 10 Parpol yang mendapatkan kursi  parlemen tersebut(*)